Euistory: Kepah-kepah Imut

Monday 26 January 2015

Kepah-kepah Imut


Kepah-kepah imut

Memulai tulisan ini dengan kebingungan menentukan judul yang cocok untuk tulisan ini. Karena mau dibilang advanture, gak se-advanture-advanture kali. Akhirnya jatuhnya ke Kepah-kepah imut sebagai tittle yang pas. Kenapa kepah-kepah imut? Karena inti dari perjalanan ini adalah mencari kepah dan menikmatinya secara bersama-sama.Kebersamaannya yang mau dicari siih sebenarnya. Kemana-mana bersama. Ke sabang bersama, ke Sibolangit juga bersama. Dan sama-sama belum nikah juga... #Eaaa

Perjalanan kali ini tak jauh-jauh dari rumah. Rumahku maksudnya. Tapi kalau rumah Pili dan lainnya cukup jauh juga. Tapi sesungguhnya walau dekat aku tak tau itu dimana dan daerah mana. Semacam gak bisa menggunakan GPS untuk melihat lokasi. Tiba-tiba saja jadi primitif.



Perjalanan kali ini dikomandoi oleh Ipeh karena dia yang tahu lokasi dan transportasi kesana. Kami hanya mendengar dan tak tahu apa-apa ini ikut-ikut saja. Dibawa kemana pun kami semacam ikhlas dan pasrah aja udah. Nah kalau tiba-tiba kami diculik dan disekap di ruang kosong terus si penculik minta tebusan uang jutaan dollar Amerika kalau tidang nyawa kami jadi taruhannya. Yang rugi tidak hanya keluarga kami tapi CTF juga akan mengalami kehilangan besar. Bayangkan Guru-guru hebatnya hilang diculik. Dimana lagi CTF mencari guru yang heboh, rempong, ribut, tapi pintar dan mau aja disuruh-suruh pulang lama walau batas jam kerja sudah selesai.. #Hahahahaha #KetawaBersahaja

Tapi cerita itu hanyalah fiktif belaka. Nyatanya kami kembali lagi dengan rutinitas kami sebagai pengajar dan pekerja di CTF. Nyatanya kami belum bisa melepas siswa-siswa ini, kami belum bisa melepas sekolah dengan sawit dimana-mana ini. Kami masih disini, ditempat ini dan menulis lagi di blog ini.

Sebenarnya perjalanan kami kemana sih?? Kami pergi menelusuri sungai di daerah Terjun Medan Marelan. Kami ada 10 orang yaitu, aku, Irma, Wiwit, Unni, Tiwi, Rida, Pili, Bang Joko, Ipeh dan kekasihnya. Kami pergi naik sampan ketempat penangkaran kepah. Awalnya kami ikut hanya ingin merasakan naih sampan saja. Berpetualang naik sampan dan menelusuri sungai. Kami memasuki daerah yang kami sendiri pun tak tahu itu dimana, seperti yang kujelaskan diatas tadi. (kenapa cerita ini jadi bolak-balik sihh?)
Foto sebelum keberangkatan

Selama perjalanan yang kami lihat adalah pohon-pohon nipah, bakau, monyet, burung bangau, dan sampah-sampah yang berserakan di sungai. Yaaa bukan sungai Indonesia namanya kalau sungainya gak kotor, pekat dan sampah dimana-mana. Heran yaa kok buang sampah sembarangan itu semacam kebiasaan yang dibawa dari lahir. Gak anak muda, tua, bayi, semuanya suka gitu buang sampah sembarangan. Kenapa di luar negri sungai itu bisa jadi objek wisata, tempat bersantai, dan bahkan jadi sumber kehidupan. Sedangkan di Indonesia, sungai itu jadi tempat sampah terpanjang dan terlebar yang tak terbatas. Di Korea, sungai Han jadi tempat bersantai penduduknya, jadi tempat wisata yang bisa mengeluarkan air mancur dari jembatannya. Pokoknya drama Korea kalau gak ada syuting di pinggiran sungai Han gak sah jadi drama Korea. Tapi sebenarnya itu bagus sih, ajang mempromosikan objek wisata mereka. Nah kalau kita?? boro-boro jadi untuk tempat syuting, sekedar duduk-duduk dipinggirannya aja malas, karena jorok.
Kondisi Sungai seperti umumnya sungai-sungai yang ada di Indonesia

Tapi hari Minggu kemarin kami menentang itu semua. Kami pergi menelusuri sungai, tak perduli itu jorok atau banyak sampah. Yang terpenting kami menikmati perjalanannya, petualangannya dan seru-serunya.  Dipinggir sungai masih sangat kelihatan alami, karena ditumbuhi pohon-pohon nipah dan bakau. Masih banyak monyet-monyet yang hidup. Burung bangau dan berbagai jenis burung lain yang hidup dan berterbangan di sisi sungai, menandakan bahwa daerah tersebut masih sangat alami. Jadi cukup worth it lah pemandangannya. Apalagi saat kami masuk ke jalan setapak yang hanya bisa dilalui 1 sampan saja dan di sisi kanan kirinya pohon nipah tumbuh sangat dekat dengan kami. Jadi serasa di Amazon karena hutan belantara yang lebat. Tapi untungnya gak ada anaconda dan piranha yang mengintai. Kalau gak mungkin udah jadi sate kami bagi mereka <<< Kebanyakan nonton the lost world.

Perjalanan memakan waktu sekitar 30-45 menit dari pelabuhan sampan menuju penangkapan kepah. Saat sampai di penangkapan kepah, aku cukup terheran-heran. Ternyata ada peradaban disini. Banyak orang disini. Ada kehidupan disini. Setelah selama perjalanan yang aku lihat hanyalah sampan kami sendiri dan makhluk hidup yang kusebut sebelumnya. Sebelum menangkap kepah, aku dan teman lainnya makan siang terlebih dahulu. Kami makan siang di atas sampan dengan ala kadarnya. Tapi keseruannya tak ternilai. Selesai makan siang aku dan Irma langsung menyebur kedalam sungai yang tingginya hanya sekitar pinggang orang dewasa. Panas terik dan tak menghalangi ku untuk mencari kepah. Walau sebelumnya pas di atas sampan aku heboh menutup muka dengan memakai cadar biar gak hitam. Tapi karena tingkah kebocahan keluar lagi, itu semua tak penting. Selagi pemutih wajah masih dijual dipasaran kenapa harus heboh? Pengalaman seperti ini tidak sering-sering aku dapatkan.

Mencari kepah tak semudah yang dibayangkan. Karena kepah itu berdiam diri di dalam pasir jadi kita itu harus mengais-ngais pasir untuk dapatkan kepah. Terlebih lagi pasir itu di dalam air sungai. Jadi Ambil kepah itu dengan mengais-ngais kaki di pasir dan harus berendam di dalam sungai. Kita itu hanya merasakan kepah itu di kaki kita tnapa melihat langsung. So, karena kita hanya pakai perasaan kadang benar itu kepah, tapi tak jarang juga itu cuma batu atau pasir kosong. Sama kayak hati ini. Kalau pakai perasaan bisa jadi benar bisa jadi enggak. Yang lebih kesal lagi karena kadang tuh kepah sudah lengket di kaki dan di jepit di sela-sela ibu jari untuk diambil, eeh ternyata lepas dan hilang begitu saja. Sama kayak jodoh, walau sudah diikat tapi kalau gak jodoh yaah udah lepas gitu aja dan dia menikah dengan yang lain.... Sakit kaliiiiiiiiii lhooooooooo #CryMeARiver
beginilah cara mencari kepah-kepah imut

Selesai mencari kepah, kami pun menelusuri sungai kembali untuk mencari tempat memasaknya. Untung si bapak pemilik sampan punya kenalan dan memberikan kami tempat yang layak untuk memasak kepah. Rumah atau bisa dibilang pondok lah ya itu berada di tengah-tengah tambak udang. Jadi suasananya benar-benar masih asri walau terik sekali karena tepat jam 12 siang kami disana. Kesederhanaan yang terpancar di pondok itu terlihat jelas saat memasak kepahnya. masaknya masih pakai kayu bakar. Kita gak butuh minyak tanah apalagi gas elpiji. Kita makan kepah hasil tangkapan yang masih sangat-sangat segar. Bahkan kuahnya pun segar, sesegar badan kita habis mandi keramas dingin-dingin terus langsung tidur <<< perumpamaan apa ini Tuhan??

 Pengalaman ini memang terlihat biasa untuk mereka yang sering melakukannya. Tapi untuk aku sebagai orang yang tak pernah naik sampan dan mencari kepah memang suatu yang luar biasa. Walau aku sering bilang anak laut, rumah dekat sungai, tapi tetap saja aku anak rumahan yang pulang sekolah, langsung pergi ngaji ibtidaiyah, ngaji Al-Quran, les malam dan rutinitas akademik serta keagamaan lainnya semasa kecil dulu. Kadang kehidupan membolang (bocah petualang) itu seru juga. Pengalaman baru. Banyak pembelajaran yang dapat diambil. Bagaimana kita melihat kehidupan dibawah kita, Mensyukuri nikmat yang diberikan Allah dengan segala kemudahan dan kenikmatan yang kita dapatkan. Saat anak-anak lain bermain gadget, Play station, Time Zone, anak-anak disana malah membantu orang tuanya mencari ikan, kepah, kerang, lokan untuk mencukupi kehidupannya.
Setiap aktifitas yang kita lakukan memang pada akhirnya harus ada hikmah yang dapat diambil agar kita menjadi pribadi yang bersyukur dan terus belajar.

Sekian ceramah dari saya, sampai jumpa dipengajian berikutnya....
Salam hangat terdahsyat untuk semuanya..........
See you the other trip and advanture ^_^

menelusuri sungai, kanan kiri pohon nipah

Sampan-sampan imut gak orangnya yaaa :p
bantu membantu untuk naik kedaratan dari sampan. jalannya baru dibuat sama abang-abang pemilik sampan


perjalanan menuju pondok untuk masak kepah. Tanpa alas kaki


masak di atas tungku menggunakan kayu


kepah-kepah imut yang sudah dimasak #yummi


waktunya makan........


No comments:

Post a Comment

Wikipedia Korea Yang Tobat

Aku adalah perempuan dewasa yang sudah berusia kepala tiga. Kegilaan ku terhadap dunia Korean wave dimulai sejak aku SMA kelas 1 ya...